Minggu, 16 Januari 2011

tentang kita dan hujan

Hujan.

Sore ini hujan kembali lagi. Tak henti hentinya ia turun mengguyur bumi, membasahi tanah. Terkadang intensitasnya kecil, sedang, bahkan besar dengan ditemani angin yang sangat tak bersahabat. Hei tanah, bagaimana perasaanmu? Hampir setiap hari kau bertemu dengan hujan. Mungkin hanya dengannya kau bisa berbagi asa. Berbagi cerita. Berbagi gembira bersama.


Menatap hujan, ingatanku mulai melayang. Menggali memori tentang kita dan hujan. Berbulan bulan yang lalu. Kita berdua berboncengan, melawan hujan sore itu. Kala itu aku sedang sangat membenci hujan karena ia menggagalkan rencana wisata kita. Dan pada akhirnya kita pulang, karena hujan semakin menjadi jadi, membuat semua yang ada pada kita basah kuyup tanpa terkecuali. Kau membawaku ke tempatmu, dan segera mengambilkan selimut besar untuk kukenakan, sedangkan kau sendiri basah kedinginan. Aku meringkuk, menggigil. Aku tak kuat menahan dingin. Kau memelukku dari belakang, dan kurasakan tubuhmu panas sekali. Sangat kontras dengan suhu tubuhku yang dingin. Aku melepas selimutnya untuk kau kenakan, namun kau menolak dengan tegasnya. Kau memakaikan kembali selimut itu padaku. Baiklah, terima kasih sayang...
Ketika kau akan mengantarku pulang, hujan ternyata masih turun dengan angkuhnya. Sejujurnya aku tak ingin pulang, aku masih ingin bersama denganmu. Tapi kau bersikeras mengantarku pulang, kau khawatir orangtuaku akan mencariku. Padahal tak perlu khawatir, orangtuaku terkesan cuek. Asal anaknya pulang, sudah cukup bagi mereka asal tidak kemalaman.
Aku tak ingin memakai jaketku yang basah kuyup, jadi kusimpan di dalam tas. Dan lagi lagi kau memberikan jaketmu yang kering padaku, untuk kupakai selama di jalan, agar aku tak kehujanan. Kau tak ingin aku sakit. Padahal kondisi badanmu sendiri sedang rentan. Aku tak mau memakainya, kuberikan padamu untuk kau pakai. Tapi kau malah marah. Kau pikir lebih baik kau yang kehujanan daripada aku. Ah, kenapa harus begitu? Kalau kau sakit, aku juga yang sedih... Kau jauh dari orang tua dan keluargamu. Kau hanya bisa berkeluh kesah padaku. Tapi baiklah sayang, aku mengalah... Akhirnya kupakai jaket itu. Terima kasih lagi, sayang...


Sayang, tahukah kau? Sungguh saat ini aku merasa rindu sekali. Menatap sendu wajahmu. Memeluk hangat tubuhmu. Menggenggam kuat jemarimu. Mencium tanganmu ketika aku pulang.


Sayang, tenanglah..
Ini bukan cerita sedih yang kutulis. Tak perlu marah, aku menulisnya dengan perasaan senang :)


Sayang, tahukah engkau?
Rasa rinduku semakin menggila. Dia menyiksaku, namun dengan cara yang sungguh menyenangkan. Dia hanya menginginkanmu, sayang... Sekedar melepas rindu yang menguat ini.


Sayang...
Kau berjanji akan menemuiku besok sore. Tak boleh lupa, aku pasti akan menunggumu. Atau, kau yang menungguku. Kau harus sabar ya :)


P.S. : 6 days left...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar